Penurunan suplai oksigen
Oksigen memainkan peranan penting di dalam pembentukan kolagen, kapiler-kapiler baru, dan perbaikan epitel, serta pengendalian infeksi. Jumlah oksigen yang dikirimkan untuk sebuah luka tergantung pada tekanan parsial oksigen didalam darah, tingkat perfusi jaringan, dan volume darah total. Kebutuhan oksigen di tempat luka memang cukup tinggi.
Penurunan pasokan oksigen terhadap luka dapat disebabkan oleh :
Gangguan respirasi : penurunan efisiensi pertukaran gas dalam paru-paru , karena penyebab apapun, dapat menyebabkan penurunan tekanan parsial oksigen di dalam darah dan akhirnya terjadi penurunan ketersediaan oksigen untuk jaringan.
Gangguan kardiovaskuler : dapat mengurangi tingkat perfusi jaringan. Hal tersebut secara khusus bermakna pada saat sirkulasi perifer terganggu, seperti pada diabetes dimana terdapat mikroangiopati, artritis rematoid, atau dimana terdapat kerusakan katup pada vena-vena profunda dan vena yang mengalami perforasi sehingga menyebabkan hipertensi vena kronik serta oedema lokal.
Anemia : Apapun penyebabnya, pada anemia terjadi penurunan kapasitas darah yang mengangkut oksigen. Secara khusus, hal tersebut sangat penting apabila dihubungkan dengan hipovolemia akibat perdarahan.
Hemoragi : Untuk mempertahankan tekanan darah dan suplai darah yang adekuat ke jantung, otak, dan organ-organ vital lainnya, maka vasokonstriksi perifer dapat mengiringi perdarahan besar. Tingkat penutupan perifer akan bergantung pada beratnya kehilangan darah. Turunnya suplai darah perifer dapat menyebabkan terlambatnya penyembuhan sampai volume darah dipulihkan kembali.
Malnutrisi
Kebutuhan kalori dan protein pasien hampir pasti menjadi lebih tinggi daripada orang normal ketika terdapat luka yang besar. Asam amino diperlukan untuk sintesis protein struktural seperti kolagen dan untuk melakukan sintesa protein yang berperan di dalam respon imun. Pada stadium awal setelah luka yang besar, berbagai sistem endokrin dan sistem saraf mengadakan reaksi terhadap cedera yang kemudian memicu proses-proses katabolik yang merusak jaringan tubuhnya sendiri untuk menyediakan bahan-bahan yang diperlukan bagi proses perbaikan yang sifatnya segera. Bahkan pada luka terbuka yang kronis, seperti dekubitus, protein dalam jumlah yang signifikan dapat juga hilang dalam eksudat.
Defisiensi protein tidak hanya memperlambat penyembuhan, tetapi juga mengakibatkan luka tersebut sembuh dengan kekuatan regangan yang menyusut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya dehiscence pada pasien gemuk dengan luka laparotomi atau menyebabkan cepat hancurnya dekubitus yang baru saja sembuh hanya akibat trauma kecil saja.
Konsumsi vitamin dan mineral yang cukup juga diperlukan untuk penyembuhan yang optimal. Vitamin A untuk membantu pembentukan jaringan yang luka. Vitamin B1 untuk mensintesis kolagen. Vitamin B5 untuk mempercepat proses penyembuhan. Vitamin C diperlukan untuk sintesa kolagen. Vitamin E untuk membantu menghilangkan bekas luka.
Zinc mempunyai peranan khusus dalam metabolisme kulit dan jaringan ikat. Khususnya pada pasien pasca operasi, diberikan zinc (ZnSO4) untuk mempercepat penutupan luka akibat proses operasi.
Kemampuan Zinc dalam mempercepat penutupan luka ini disebabkan karena zinc mempunyai peranan yang penting dalam sintesa protein dan proses replikasi sel. Struktur kulit kita terdiri dari jaringan ikat yang tersusun oleh protein. Pada kondisi defisiensi zinc, maka proses sintesa protein dan replikasi dari sel-sel jaringan ikat bawah kulit akan menjadi terhambat. Sehingga proses penutupan luka akan terhambat pula.
Makanan yang tinggi kandungan zinc-nya antara lain adalah; daging, kerang-kerangan, biji-bijian, serealia dan kacang-kacangan. Namun kandungan zinc terbanyak ditemukan pada makanan kacang-kacangan. Kebutuhan zinc perharinya adalah 15 mg untuk dewasa. Dari jumlah tersebut hanya 20-30% saja yang diserap oleh tubuh kita. Kebutuhan tubuh akan zinc akan meningkat pada kondisi tubuh seperti proses pertumbuhan , penyakit ginjal, hemodialisa (cuci darah), kecanduan alkohol serta rematik.
Penurunan daya tahan terhadap infeksi
Penurunan daya tahan terhadap infeksi, seperti pada pasien-pasien dengan gangguan imun, diabetes, atau infeksi kronis, akan memperlambat penyembuhan karena berkurangnya efisiensi sistem imun. Infeksi kronis juga mengakibatkan katabolisme dan habisnya timbunan protein, yang merupakan sumber-sumber endogen infeksi luka yang pernah ada.
Pengaruh fisiologis dari proses penuaan normal
Terdapat perbedaan yang signifikan di dalam struktur dan karakteristik kulit sepanjang rentang kehidupan, yang disertai dengan perubahan fisiologis normal berkaitan dengan usia yang terjadi pada sistem tubuh lainnya, yang dapat mempengaruhi predisposisi terhadap cedera dan efisiensi mekanisme penyembuhan luka. Beberapa dari perbedaan ini dan dampak klinisnya dibahas secara kronologis, dimulai dengan bayi praterm.
Masalah-masalah akibat dari barier kulit yang lemah pada neonatus matur agak jarang terjadi, tetapi bayi-bayi praterm memiliki sistem barier kulit yang jauh kurang efektif dan kulitnya sangat mudah terkena trauma, akibat stratum korneum yang tipis dan buruk perkembangannya, dan karena instabilitas epidermal-dermal. Hal tersebut mempunyai implikasi penting terhadap berbagai aspek asuhan keperawatan bagi bayi-bayi praterm :
Pemilihan dan penggunaan sabun, serta frekuensi mandi.
Penggunaan obat-obat topikal, seperti antiseptik, krim steroid, dan krim pelembut, yang mungkin saja diserap secara berlebihan melalui perkutaneus.
Pencegahan nekrosis akibat tekanan, khususnya pada oksiput.
Pemilihan metode untuk mengamankan peralatan dan perkakas lain. Hal tersebut secara khusus penting supaya tidak memasang peralatan pada bayi praterm dengan plester yang mengandung zat adesif kuat, karena kerusakan epidermal yang besar dapat terjadi saat plester dilepaskan.
Karena sistem imun yang masih lemah, bayi-bayi praterm sangat rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi pangkal umbilikus oleh organisme gram negatif dan infeksi S. Aureus, Candida, dan infeksi yang melibatkan stafilokokus koagulase negatif, yang normalnya hanya merupakan koloni pada kulit.
Kulit pada neonatus aterm jauh lebih sehat dan tidak mudah terkena infeksi, karena stratum korneum dan dermisnya jauh lebih tebal dibandingkan dengan bayi praterm, selain itu sistem imunnya juga jauh lebih berkembang. Meskipun kulit pada hakekatnya adalah steril sewaktu lahir, tetapi kolonisasi terjadi secara cepat dan dalam waktu 6 minggu kulit bayi telah mempunyai flora mikrobial yang dapat disejajarkan dengan kulit orang dewasa. Lapisan dermis bertambah tebal selama 1-3 tahun dan menjadi dua kali lebih tebal selama tahun ke 4-7.
Kulit utuh pada orang dewasa muda yang sehat merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan infeksi, begitu juga dengan efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskular, dan sistem respirasi, yang memungkinkan penyembuhan luka terjadi lebih cepat. Menginjak usia 30 tahun mulai terjadi perubahan-perubahan signifikan yang berhubungan dengan usia, meliputi penurunan dalam frekuensi penggantian sel epidermis, respon inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi barier kulit. Sehingga, penyembuhan luka menjadi lebih lambat.
Merokok
Nikotin dalam rokok akan menyebabkan diameter pembuluh darah mengecil sehingga aliran darah yang membawa oksigen ke daerah luka juga akan berkurang. Selain itu, rokok juga akan menghambat pembentukan beberapa sel yang penting dalam penyembuhan luka. Karbon monoksida dalam rokok juga akan berkompetisi dengan oksigen, sehingga jaringan luka kekurangan oksigen. Hal ini dapat menimbulkan kematian dari jaringan. Hidrogen sianida, racun yang menghambat metabolisme antar sel dan kemampuan sel dalam menggunakan oksigen.
Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka (2) : Patofisiologi Umum
Posted by Tanda Kehidupan Is Me at 12:21 PM
Labels: Merawat luka
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Labels
- Artikel kesehatan (11)
- Curahan jiwa menunggu pagi (6)
- Jantung sehat (4)
- Kejiwaan anak (1)
- Kesehatan jiwa (3)
- Love story (4)
- Merawat luka (8)
- Mitos kesehatan (4)
- Renungan (2)
- Stres (3)
0 comments:
Post a Comment